Prilaku negatif anak-anak Indonesia
ternyata banyak diadopsi dari televisi. Dimana siaran televisi yang
ditonton anak-anak bukan merupakan siaran yang memberikan pengaruh baik,
sehingga apa yang telah mereka konsumsi dari siaran yang tidak baik
tersebut dapat berpengaruh terhadap tingkah laku dan pandangan dalam
diri si anak.
Hal itu disampaikan Anggota
Bidang Pengawasan Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID)
Sumatera Utara, Dr Syafruddin Pohan dalam acara Literasi Media Kepada
Masyarakat tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran
(P3-SPS) di Medan, Sabtu (30/6).
Dijelaskannya, berdasarkan fakta pola menonton televisi di Indonesia,
rata-rata anak-anak di Indonesia menonton televisi antara 3-6 jam per
hari. Fakta tersebut dua kali lipat mengalahkan anak-anak di Amerika
Serikat dan lima kali lipat dibandingkan anak-anak di Kanada.
"Keadaan tersebut diakibatkan para orang tua yang belum bisa mengawasi
waktu menonton si anak, sehingga menjadi kebablasan. Maka diperlukan
adanya diet televisi yang perlu dilakukan para orang tua agar dapat
memilih siaran yang berguna dan baik bagi si anak," katanya.
Menurutnya, pemberlakuan diet televisi dapat dilakukan orang tua dengan
membuat daftar konsumsi program acara televisi keluarga. Misalnya,
dilakukan dalam bentuk jurnal harian, yang pembagiannya diklarifikasikan
untuk total waktu menonton dalam sehari dan mengevaluasi program yang
ditonton.
"Selain itu, masyarakat juga harus dibekali literasi media agar
masyarakat sebagai khalayak media memiliki otoritas untuk secara aktif
dapat memilah dan memilih tayangan yang cocok untuk kebutuhan mereka,"
ujarnya.
Literasi media, kata dia, sangat penting terutama untuk anak-anak dan
remaja. Saat ini, nyaris tidak ada anak-anak yang tidak dapat mengakses
media. Karena semua jenis media, seperti cetak, elektronik, maupun
internet sudah tersedia dengan bebasnya.
Tidak semua isi media adalah benar dan merupakan kebenaran. Namun, bukan
pula semua isi media tidak benar. Ketika media televisi menayangkan
program yang nonfactual (fiksi) maka perlu disadari bahwa semua yang ada
dalam alur cerita itu bukanlah sesuatu yang benar-benar terjadi.
"Kadangkala pemirsa terkecoh seolah-olah yang ditayangkan televisi
merupakan kenyataan yang sebenarnya. Apalagi anak-anak yang belum
memiliki filter yang utuh akan mudah menganggapnya sebagai kebenaran dan
kemudian menirunya. Maka itu, orang tua sebaiknya memilih acara
televisi yang cenderung mendidik, informatif, dan sesuai dengan usia
anak," katanya. (online)
0 komentar:
Posting Komentar